Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
iklan space 728x90px

Bahaya yang Ditimbulkan Akibat Melakukan Aborsi Sendiri, Bukan di Klinik Aborsi Legal

Abortus provokatus atau di Indonesia lebih dikenal sebagai aborsi merupakan upaya memberhentikan masa kehamilan sebelum tiba waktunya. Hingga sekarang aborsi masih mengundang pro dan kontra. Ada sejumlah negara yang melegalkan praktik aborsi dengan alasan apa pun, sebaliknya ada juga yang melarang sama sekali praktik aborsi.

Di Indonesia aborsi tidak diizinkan dan hanya dilegalkan dengan persetujuan dokter karena pertimbangan medis khusus yang dapat mengancam kondisi kesehatan ibu atau ada masalah darurat medis pada janin dan untuk korban perkosaan.


Perlakuan aborsi karena gawat darurat medis pun cuma bisa dilaksanakan sesudah memperoleh persetujuan dari ibu hamil beserta pasangannya, terkecuali untuk korban tindak perkosaan, dan penyedia layanan kesehatan atau klinik aborsi bersertifikat, serta lewat konsultasi dengan tenaga medis berwenang yang kompeten di bidangnya.

Di daerah-daerah perkotaan besar di Indonesia mayoritas perempuan yang menjalankan aborsi lantaran alasan kehamilan yang tidak diharapkan. Padahal, dengan alasan apa saja, kecuali alasan kesehatan dan keselamatan nyawa, aborsi merupakan sesuatu hal yang tak disarankan. Apalagi jika aborsi tersebut dilakukan sendiri atau di bawah tangan karena bisa berakibat fatal.

Berikut ini ada beberapa bahaya yang ditimbulkan akibat melakukan aborsi sendiri.

1. Perdarahan vagina berat
Perdarahan hebat yang merupakan pengaruh aborsi serius biasanya diikuti dengan demam tinggi dan adanya gumpalan jaringan janin dari dalam rahim. Perdarahan hebat terjadi pada satu dari seribu kasus aborsi. Perdarahan vagina yang amat hebat dapat berakhir pada kematian, khususnya bila aborsi dilakukan sendiri atau secara ilegal dengan metode ala kadarnya.

2. Infeksi
Infeksi yang merupakan pengaruh aborsi terjadi pada satu dari tiap-tiap sepuluh kasus. Infeksi ini terjadi lantaran leher rahim melebar selama proses aborsi akibat diinduksi oleh obat aborsi atau obat penggugur kandungan. Hal ini membuat bakteri dari luar bisa masuk secara mudah ke dalam tubuh dan mendorong munculnya  infeksi parah di panggul, saluran tuba dan rahim. Demam tinggi merupakan contoh gejala infeksi pasca-aborsi.

3. Sepsis
Dalam umumnya kasus, infeksi bakteri tetap ada di dalam satu area khusus, misalnya rahim. Tetapi dalam kasus lebih parah, infeksi bakteri bisa masuk ke dalam aliran darah Anda dan menyebar ke seluruh tubuh. Inilah yang dinamakan sepsis. Saat infeksi yang terlanjur menyerang tubuh Anda itu semakin parah menjadikan tekanan darah menurun amat rendah. Kondisi ini disebut syok sepsis. Mengalami syok sepsis sesudah menjalani aborsi tergolong keadaan gawat darurat.

4. Kerusakan rahim
Kerusakan rahim dialami pada kira-kira 250 dari 1000 kasus aborsi melalui pembedahan dan 1 diantara 1000 pada kasus aborsi dengan obat (baik resep dan nonresep) yang dijalankan pada usia kehamilan 12 hingga 24 minggu. Risiko kerusakan pada serviks akan lebih tinggi pada remaja yang menjalankan aborsi sendiri pada saat trimester kedua dan saat praktisi aborsi tdak berhasil memasukkan laminaria guna dilatasi serviks.

5. Infeksi peradangan panggul
Infeksi peradangan panggul (PID) merupakan penyakit yang bisa membuat penambahan risiko kehamilan ektopik dan menurunkan kesuburan perempuan di masa yang akan datang. Kondisi ini berpeluang membahayakan nyawa. Risiko PID bertambah pada kasus aborsi spontan lantaran terdapat peluang bagi jaringan kehamilan untuk terperangkap di dalam rahim dan berisiko terjadi perdarahan hebat. 

6. Endometritis
Endometritis merupakan risiko dampak aborsi yang potensial terjadi pada semua, tetapi lebih khusus untuk remaja. Remaja perempuan berisiko 2,5 kali lebih mungkin untuk menderita endometritis pasca-aborsi ketimbang wanita berusia 20-29. Endometritis itu sendiri  adalah kondisi peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada lapisan rahim.

7. Kanker
Perempuan yang pernah satu kali menjalani aborsi akan mengalami risiko 2,3 kali lebih tinggi terkena kanker serviks ketimbang perempuan yang tidak pernah melakukan aborsi. Sedangkan perempuan yang pernah dua kali atau lebih melakukan aborsi mempunyai penambahan risiko sampai 4,92.

Peningkatan risiko kanker setelah aborsi barangkali dikarenakan oleh masalah hormonal tidak wajar selama kehamilan, kenaikkan stres dan efek buruk dari stres pada sistem imunitas tubuh.

8. Kematian
Kehamilan ektopik, kegagalan anestesi, emboli paru, infeksi parah dan perdarahan hebat yang tidak terdiagnosis adalah beberapa contoh hal utama yang  menyebabkan kematian terkait aborsi dalam kurun seminggu setelah melakukannya.

Sejumlah efek aborsi tersebut di atas bisa saja terjadi jika Anda melakukan aborsi sendiri, sedangkan di klinik aborsi Jakarta beberapa efek aborsi itu bisa dihindari dan diminimalisir. Sekarang keputusan penting mengenai kehamilan Anda berada di tangan Anda sendiri dan yang terpenting Anda harus menyadari risikonya.
Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Serambi Bisnis di Google News