Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
iklan space 728x90px

Orangtua Sebagai Model Pembelajaran Emosi

SerambiBisnis.com - Kondisi marah atau amarah merupakan salah satu yang tak terpisahkan dari emosi. Marah timbul sebab adanya sebuah dorongan yang biasa dinamakan human aggressive. Dorongan rasa marah ini mungkin timbul lantaran sesuatu terjadi di luar perhitungan atau dugaan.

Secara global, dorongan marah itu dikarenakan dua faktor. Pertama, faktor dari dalam diri (internal), misalnya, perasaan salah ketika di dalam pekerjaan yang tak dapat terselesaikan dan akhirnya pecah menjadi kemarahan. Kedua adalah faktor dari luar (eksternal) dan umumnya timbul lantaran adanya sebuah provokasi atau ancaman dari luar.

Marah seringkali muncul sebagai reaksi frustrasi, sakit hati, dan perasaan terancam. Pada umumnya, frustrasi atau keinginan yang tidak terpenuhi merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan pada tiap tingkat usia.


Dalam pengertian lain, anger (marah) adalah the strong feeling that you have when something has happened that you think is bad and unfair. Perasaan tidak diperlakukan adil dan kekesalan dalam diri seringkali menjadi pemicu terjadinya amarah. Jadi, banyaknya kemarahan yang terjadi biasanya sebanding dengan pemicu penyebab dari kemarahan itu sendiri.

Apakah kemarahan itu dapat diturunkan dari orangtua? Dalam hal ini, untuk memahami perilaku anak yang terbentuk, memang banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Diantaranya, didukung oleh proses belajar anak pada masa lampau, pengaruh sosiopsikologis yang langsung (orangtua, guru, teman sebaya), dan lingkungan sosial serta budaya dilingkungan anak berkembang.

Dengan melihat dasar pengaruh bagi perkembangan anak, dapat dikatakan bahwa perilaku dan kepribadian anak adalah hasil kesinambungan dan interaksi antara faktor alamiah dan pendidikan. Mengenai alasan pengaruh ataupun penyebab, dalam telaah psikologi tidak dikatakan mana yang lebih penting lantaran keduanya merupakan faktor yang sama penting.

Jika anak terlihat menjadi pemarah karena orangtuanya juga pemarah, hal ini cukup memungkinkan. Secara karakter ada potensi yang diturunkan, sedangkan ekspresi marah itu biasanya merupakan bentuk imitasi yang anak lihat dari apa yang dicontohkan orangtuanya. Imitasi merupakan bentuk peniruan sikap, tingkah laku, serta cara pandang orang lain secara disengaja. Bagi anak-anak yang sedang berkembang, akan lebih berpengaruh apa yang mereka lihat bukan apa yang mereka dengar. Hal itu seharusnya orangtua sadari. Dalam melakukan peniruan, umumnya anak akan meniru apa yang dilakukan orangtua, bukan apa yang dikatakannya. Orangtua hadir sebagai model.

Pada tahun-tahun pertama kehidupannya, objek peniruan anak umumnya terpusat di sekitar rumahnya, biasanya, terhadap ibu atau ayah. Anak meniru hampir seluruh perilaku yang ia lihat, bukan saja hal yang positif, tetapi juga ekspresi emosional orangtua yang negatif. Misalnya, orangtuanya kerap membanting sesuatu ketika marah, anak dapat meniru ekspresi kemarahan orangtua seperti itu. Hasil tes psikologi menunjukkan, beberapa anak yang menolak orangtuanya, mungkin mereka tidak meniru tingkah laku orangtuanya, tetapi secara tidak sadar meniru apa yang mereka tidak sukai dari orangtuanya dan turut memengaruhi tingkah laku anak itu sendiri.

Dengan melihat alasan tersebut, tidak heran ketika ibu mendapatkan bahwa putra putri ibu pun memiliki ekspresi emosional yang mudah tergugah. Sebab, ayah yang memiliki figur otoritas kuat di rumah sering kali menyelesaikan persoalan yang dihadapinya dengan pengungkapan emosi yang cukup tinggi.

Bagaimana hal terbaik yang dapat seorang ibu lakukan dalam situasi ini? Tentunya ibu harus menyadari bahwa sesuatu yang telah melekat dalam karakter diri seseorang tidaklah mudah untuk diubah. Apalagi jika yang bersangkutan tidak merasakan sebagai sesuatu yang harus diubah. Tugas ibu yang sesungguhnya adalah menginspirasi agar putra putri dan suami ibu yang mudah meletup emosinya untuk menyadari atas kekurangan yang mereka miliki. Karena kesadaran dari dalam diri akan menjadi lebih penting daripada sekadar perintah orang lain. Jika kesadaran ini sudah terbangun, mereka biasanya akan rnulai mencari cara dalam mengelola emosi. Hal ini masih sangat memungkinkan lantaran anak masih dalam masa pertumbuhan dan masih dalam masa pembelajaran emosi yang panjang. Selain itu, bukankah selain meniru perilaku ayah, anak pun meniru perilaku ibu? Ibu umumnya memiliki waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan anaknya.

Pada dasarnya, kemarahan itu tidak dapat dihilangkan tetapi masih dapat dikelola dan dikendalikan. Amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik, kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik.[Sumber: PRM/13082017]
Maman Soleman
Maman Soleman Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Serambi Bisnis di Google News