Buku Pop-Up Pengaruhi Motorik Halus Anak, Tak Sekadar Memberi Kejutan
SerambiBisnis.com - Salah satu cara untuk mengenalkan cinta literasi untuk anak adalah melalui buku pop-up. Bagaimana tidak, selain berisi konten cerita yang dapat menambah wawasan serta imajinasi anak, buku pop-up juga berisi banyak kejutan saat lembar demi tembar disibak. Tak heran buku pop-up dianggap memiliki daya tarik lebih untuk anak.
Di tanah air, perkembangan buku pop-up semakin pesat. Meski lebih banyak karya buku pop-up impor, namun penulis buku dalam negeri sudah tak ketinggalan kualitasnya dalam membuatnya. Bahkan, percetakan buku pop-up dengan standar internasional hadir di Surabaya. Itu menandakan bangsa Indonesia juga mampu berkarya secara kualitas.
Paul Jackson dalam bukunya The Pop-Up Book menyatakan bahwa pop-up adalah teknik pembuatan buku dengan pengolahan kertas yang melekatkannya pada halaman buku, sehingga membentuk ruang tiga dimensi ketika buku dibuka, dan mampu berbaring ketika buku itu ditutup. Ada efek "muncul" ketika lipatan kertas digerakkan.
Buku pop-up juga dinilai pas untuk mengiringi tumbuh kembang anak. Banyak studi menyebutkan jika buku pop-up berpengaruh pada motorik halus seorang anak. Teknik pop-up bukanlah sesuatu yang baru. Teknik ini sudah ada sejak tahun 1200-an. Awal mulanya disebut volvelle atau kertas berbentuk cakram yang dapat diputar. Penamaan pop up hadir pada 1930-an di Amerika Serikat.
Perjalanan panjang buku pop-up tidak dapat dilepaskan dari movable book atau buku bergerak. Dari volvelle dikenal movable book, kemudian berkembang pada lift the flap atau buku yang disusun dari tumpukan kertas, mengunci salah satu sisinya dan menyisakan sebagian besar kertas agar bisa dibuka dan ditutup.
Dari laman dgi.or.id, movable book mengalami masa keemasan di era 1800-an. Mekanisme pembuatannya semakin rumit dan target pasarnya tak hanya kalangan terbatas, namun meluas, terutama anak-anak. Saat AS mengenalkan penamaan pop-up, teknisnya semakin dieksekusi lebih rumit lagi.
Ada lima teknik dasar utama untuk pop-up yakni v-folding, internal stand, rotary, mouth, dan parallel slide. Dari kelimanya, teknik rotary dan parallel slide tidak menampilkan bentuk timbul. Dari sinilah bisa dipahami bahwa pop-up juga dapat tampil dengan gerakan yang menimbulkan kesan berdimensi.
Movable book, pop-up book, dan lift the flap termasuk dalam turunan buku interaktif. Bedanya, pada buku interaktif terdapat aktivitas seperti menarik, atau memutar. Pop-up dan lift the flap juga punya karakter masing-masing. Pop-up lebih memiliki dimensi sehingga efek kejutan yang ditimbulkan untuk pembaca lebih kena.
Membuat pop-up punya banyak tingkatan mulai dari yang paling mudah hingga dengan tingkat kerumitan tinggi dan sangat detail. Bisa dikatakan pula, membuat buku pop-up nyaris handmade seluruhnya, karena dalam pembuatannya dibutuhkan craft-manship yang tinggi.
Tahapan Pembuatan Buku Pop-up
Sebagian anak menyukai buku pop-up sehingga tepat untuk membangun kecintaan terhadap buku melalui teknik tersebut. Selain pada proses handmade-nya, buku pop-up akan tampil lebih menarik dengan kekuatan cerita, plot, dan tokoh yang hadir dalam buku. Biasanya, seorang paper engineer menentukan teknik yang efektif dan praktis untuk keseluruhan buku pop-up.
Setelah konten cerita termasuk plot dan tokoh dibuat, masuk pada tahapan white dummy, yaitu kertas kosong disusun sesuai dengan rencana. Kemudian dipindai, lalu diberi warna dan digambar.
Setelah itu, masuk tahapan nesting atau pengguntingan kertas yang sudah digambar lalu ditempel pada halaman dasar pada buku sesuai dengan white dummy. Tahapan selanjutnya adalah assembling yakni pemasangan. Di sinilah akurasi diperlukan. Karena untuk pabrik percetakan besar, pembuatan buku pop-up biasanya dilakukan oleh banyak orang karena tiap orang bertanggung jawab pada satu bagian saja. Terakhir, proses pengemasan sebelum masuk ke toko buku.
Tujuan buku pop-up pun menjadi semakin berkembang. Tak sekadar memberi kejutan, juga dapat memberi kesan lain seperti repetisi cerita, hingga berinovasi menjadi paper art.